Kamis, 06 Agustus 2009
Garlic Bread Series Chapter IB
"Woi!" kata seorang laki-laki seumuran mereka dengan tas selempang coklat army yang ia pegang. Laki-laki itu langsung berlari kearah Widy dan menyelamatkan Widy yang masih terdiam. Cowok itu mendorong widy sertadirinya sendiri ke seberang jalan dan Widy, masih ada dipelukkannya.
"Gak pa-pa kan?" tanya cowok itu sambil melepaskan pelukkannya yang cukup keras.
Widy diam. Ia masih shock dengan kejadian tadi. Untung saja, cowok ini--yang ia tak tahu asalnya dari mana--menyelamatkannya.
"Hei, lo gak pa-pa kan?" tanya cowok itu lagi. Kali ini sambil berdiri dan membersihkan celananya yang kotor karena serpihan batu.
"Gak pa-pa. Agak terkilir sedikit lah." kata Widy sambil mendongak, melihat langsung ke arah cowok itu yang telah berdiri. Posturnya tinggi dan cukup proposional. Nampaknya anak kampus UPI juga. Kemejanya yang putih memang menjadi agak kotor plus celana jeansnya yang hitam. Ia masih berusaha membersihkan sambil dilihat oleh Widy yang sadar bahwa ia juga cukup kotor.
"Hei," cowok itu menawarkan pertolongan untuk berdiri dengan tangannya yang panjang, "mau berdiri gak?"
Widy menyambut tangan cowok itu dengan senyuman. Ia juga berdiri membersihkan celana skinny-nya.
"Thanks, ya." kata Widy.
"Sama-sama. Makanya kalau jalan jangan melongo." kata cowok itu dingin.
"Widy." Widy tersenyum, mengajak cowok dingin ini kenalan.
"Beny." Beny menjabat tangan Widy dengan sedikit ogah-ogahan--nampak sangat terganggu, "temanmu datang tuh"
Widy mengalihkan pandangannya ke arah depan, ke arah warung tadi tempat nongkrong. Sahabat-sahabatnya berlari agak terseok-seok karena kerepotan dengan barang bawaan mereka. Cakra, Tara, dan Airis menyebrang jalan sambil memanggil-manggil nama Widy. Widy tersenyum.
"Wid! Lo gak pa-pa kan?" tanya Tara langsung ketika sampai di seberang jalan.
"Gak kok, ga pa-pa." kata Widy menenangkan mereka. Kondisi jalan tiba-tiba jadi ramai kembali jadi mereka harus berbicara sambil agak teriak.
"Fiuh, syukurlah!" kata Cakra mengelus dadanya, "By the way, thanks ya, siapa nama lo?"
"Beny." jawab beny singkat.
"Oh ya, thanks ya Ben!"
Beny tersenyum sedikit lalu langsung meninggalkan kukmpulan sahabat itu. Ia membetulkan posisi tas selempangnya dan berjalan agak cepat memasuki area kampus. Cakra, Tara, Airis, dan Widy saling bertatapan satu sama lain, kebingungan dengan perilaku Beny yang sangat penyendiri. Dan mereka semua memilih untuk meninggalkan tempat itu, pergi ke coffe shop dekat kantor Delfian.
Fizcoff, 13:48
"Entar malem ngumpul ya di rumah gue! Delfian gak bisa dateng ke sini sekarang, meeting." kata Cakra membuka pembicaraan di siang hari yang cukup panas itu. Untunglah mereka semua sudah berada di dalam Fizcoff, sebuah coffee shop tua dengan interiornya yang bikin adem mata--serba putih. Walaupun dindingnya kaca semua dan masih bisa melihat kegaduhan di depan Fizcoff yang notabene berada di kawasan perkantoran.
"Sip deh! Eh, lo kok diem aja sih Wid? Masih shock?" tanya Airis sudah siap dengan berbagai kudapan lezat di depannya.
"Nggak kok! Gue cuma kepikiran," Widy meneguk Ice Tea-nya, "untuk masukin Beny ke persahabatan ini."
"Beny? Yang tadi nyelametin lo ya?" tanya Tara.
"He eh."
"Well, gue rasa itu bukan ide yang teralu bagus Wid." kata Cakra mengemukakan pendapatnya, "Beny baru aja kita kenal, dan kita langsung mau masukin dia ke lingkup persahabatan kita yang udah dimulai sejak kecil." Persahabatan antara Widy, Delfian, Cakra, Tara, dan Airis memang tidak menutup diri dalam lngkup itu saja. Dan mereka berkomitmen bahwa persahabatan ini tak boleh mengganggu aktifitas yang lain di luar lingkup.
"Kenapa nggak, Cak? He is a good guy I guess." kata Widi masih bersikeras dengan idenya.
"Guessing?" Cakra mencomot wipped cream dari banana split Tara.
"Menurut gue gak pa-pa kok. Yah, kalau buat masalah tinggal keluarin aja, kan?" kata Tara santai, cukup setuju dengan pendapat Widy.
"Buat gue juga gak masalah. Beny harus dapat reward lagi karena udah nyelametin kembang desa kayak Widy. Lagian pribadinya bikin penasaran!" kata Airis yang juga setuju.
"Ya udah okelah! gue ikut aja. tapi kalian harus dapet persetujuan dulu dari Delfian. baru gue seratus persen setuju."
"Oke!"
Rumah Cakra. 19:40
"Hah! Kalian gila atau gimana, sih?" tanya Delfian yang sedang menuangkan sirup untuk dirinya sendiri.
"Tapi Yan, apa salahnya sih dicoba?!" kata Widy yang sudah siap dengan seribu jawaban untuk Delfian. Ia tahu Delfian akan sulit setuju dengan hal ini.
"Dia baru aja kita kenal! Gue tahu si Beny-beny itu nyelametin Widy, tapi nanti setiap yang nyelametin salah satu dari ita harus masuk ke lingkup ini gitu?" kata Delfian masih berargumentasi.
"Gak gitu, Yan. Gampang aja kali, kalau misalnya dia buat masalah yah tinggal di keluarin aja, kan?" kata tara meyakinkan tapi dengan tenang.
"Terserah lo!" Delfian menaruh gelas sirupnya dan berlari menaikki tangga ke arah loteng rumah Cakra. Untuk sendirian.
Delfian tak pernah mengerti mengapa orang-orang itu begitu bersikeras memasukan Beny ke perkumpulan mereka. Sebegitu tak berartinyakah komposisi dari perkumpulan ini bagi mereka? Beny itu berbeda! Bukan seseorang yang ada sejak kecil sampai kini dewasa. Lalu saat mereka dewasa, dengan mudahnya memasukan Beny yang baru saja mereka kenal--bahkan cuma Widy yang berkenalan!
Delfian melihat ke atas--ke arah bulan yang malam ini terlihat begitu coklat. Dan ya, terserah mereka. Ia sudah tak perduli lagi.
"Delfian?" panggil Widy dari pintu masuk loteng lalu segeramendekati Delfian.
"Wid." kata Delfian.
"Gak pa-pa kan? Ayolah coba aja, gak ada salahnya kan?" kata widy masih meyakinkan Delfian.
"Kamu gak ngerti, Wid."
"Gue ngerti! anggap aja ini sebagai permintaan Widy. Oke?" tanya widy lagi.
"Ya, oke," Delfian berbalik arah menghadap Widy dan mengelus kepalanya, " tapi kamu harus janji untuk tidak melakukan hal bodoh kayak tadi siang lagi. oke?" kata Delfian sangat lembut dan langsung menatap Widy di matanya.
Widy kaget dengan perilaku Delfian ini.
"Oke." Widy menjawab perlahan. Delfian pun tersneyum dan kini mengelus pipinya.
Delfian kenapa, sih?
to be continued.
:D
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar