Duaaar..! Suara air yang jatuh ke tanah terdengar semakin keras karena hujan bertambah deras. Suara itu berdampingan memasuki bumi dengan petir yang menyambar walau hanya sekali-kali saja. Beberapa orang berlarian menghindari hujan sambil menutupi kepalanya dengan apa saja yang mereka bawa. Rumah Tara yang memang terletak di kawasan perkantoran itu makin ramai karena para karyawan kantor yang segera menyelamatkan dirinya dari kebasahan akibat hujan setelah makan siang.
Suasana yang sama sekali tidak Tara harapkan untuk hari ini. Anak itu hampir menangis setelah mendengar perkataan mamanya bahwa hari ini bukan waktu yang bagus untuk merayakan pesta ulang tahun dan harus diundur. Di depannya sudah tertata rapi makanan-makanan bagi tamunya nanti--yang ia sendiri tak tahu siapa. Semuanya kudapan sederhana kecuali ssebuah kue blackforest berbentuk kotak yang cukup besar. Ditengahnya tertulis nama Tara, Cinta Tara Putrien, dengan selai ceri yang nampak menggoda. Dan dekat dengan tulisan itu, sudah terpasang lilin berwarna merah putih yang menunjukan angka 10.
Ya, ini memang hari ulangtahunnya yang kesepuluh--dan yang gagal. Mama sudah bersiap-siap membereskan semua makanan dengan wajah kecewa.
"Ini bukan salahmu, nak," Mama mengelus rambut Tara, "Waktunya saja tidak tepat."
Tara mengangguk lemas. Ini pesta ulangtahun pertamanya dan langsung gagal. Setiap tahun persiapan ulang tahun selalu terhenti ditengah-tengah karena Papa dan Mamanya sibuk, keduanya bekerja. Dan sekarang, selagi Mamanya bisa, malah keadaanya yang tak bisa.
"Taraaaa!" panggil seseorang dari luar rumahnya. Tara segera berlari membuka pintu rumah dan senyumnya langsung mengembang seketika. Saudaranya, Delfian, berdiri tegak sambil ditemani Ayahnya sambil tersenyum.
"Sori. Terlambat, ya?" tanya Delfian agak cemas. "Mobil gak bisa lewat di jalan depan situ, banjir!"
"Nggak kok! Ayo Kak, Om, masuk!" Tara mempersilahkan mereka masuk masih dengan wajah yang sumringah.
Delfian dan Tara sebenarnya saudara jauh tapi mereka bisa dibilang cukup dekat. Delfian, yang beberapa tahun lebih tua dari Tara merupakan anak tunggal. Jadi dari beberapa tahun sebelumnya, Delfian sudah berjanji menganggap Tara sebagai adiknya sendiri.
"Eh, Ando!" Mama Tara juga kaget dengan kedatangan ini.
"Hahaha, iya nih Cin, nemenin Delfian." kata Ando, papa Delfian sambil sedikit membersihkan kemeja putih yang agak kotor karena lumpur.
"Kalau gitu bentar ya, aku ambilin makanannya dulu!" mama Tara kembali masuk dapur lagi dengan tegresa-gesa dan minta pembantunya untuk menyiapkan minuman.
Tak lama, makanan itu telah kembali tersedia di meja makan dengan rapi plus minumnya. Mama Tara tersenyum, nampak puas dengan hasilnya.
Suasana yang sama sekali tidak Tara harapkan untuk hari ini. Anak itu hampir menangis setelah mendengar perkataan mamanya bahwa hari ini bukan waktu yang bagus untuk merayakan pesta ulang tahun dan harus diundur. Di depannya sudah tertata rapi makanan-makanan bagi tamunya nanti--yang ia sendiri tak tahu siapa. Semuanya kudapan sederhana kecuali ssebuah kue blackforest berbentuk kotak yang cukup besar. Ditengahnya tertulis nama Tara, Cinta Tara Putrien, dengan selai ceri yang nampak menggoda. Dan dekat dengan tulisan itu, sudah terpasang lilin berwarna merah putih yang menunjukan angka 10.
Ya, ini memang hari ulangtahunnya yang kesepuluh--dan yang gagal. Mama sudah bersiap-siap membereskan semua makanan dengan wajah kecewa.
"Ini bukan salahmu, nak," Mama mengelus rambut Tara, "Waktunya saja tidak tepat."
Tara mengangguk lemas. Ini pesta ulangtahun pertamanya dan langsung gagal. Setiap tahun persiapan ulang tahun selalu terhenti ditengah-tengah karena Papa dan Mamanya sibuk, keduanya bekerja. Dan sekarang, selagi Mamanya bisa, malah keadaanya yang tak bisa.
"Taraaaa!" panggil seseorang dari luar rumahnya. Tara segera berlari membuka pintu rumah dan senyumnya langsung mengembang seketika. Saudaranya, Delfian, berdiri tegak sambil ditemani Ayahnya sambil tersenyum.
"Sori. Terlambat, ya?" tanya Delfian agak cemas. "Mobil gak bisa lewat di jalan depan situ, banjir!"
"Nggak kok! Ayo Kak, Om, masuk!" Tara mempersilahkan mereka masuk masih dengan wajah yang sumringah.
Delfian dan Tara sebenarnya saudara jauh tapi mereka bisa dibilang cukup dekat. Delfian, yang beberapa tahun lebih tua dari Tara merupakan anak tunggal. Jadi dari beberapa tahun sebelumnya, Delfian sudah berjanji menganggap Tara sebagai adiknya sendiri.
"Eh, Ando!" Mama Tara juga kaget dengan kedatangan ini.
"Hahaha, iya nih Cin, nemenin Delfian." kata Ando, papa Delfian sambil sedikit membersihkan kemeja putih yang agak kotor karena lumpur.
"Kalau gitu bentar ya, aku ambilin makanannya dulu!" mama Tara kembali masuk dapur lagi dengan tegresa-gesa dan minta pembantunya untuk menyiapkan minuman.
Tak lama, makanan itu telah kembali tersedia di meja makan dengan rapi plus minumnya. Mama Tara tersenyum, nampak puas dengan hasilnya.
Ting-tong! Bel kembali berbunyi dan kini giliran mama Tara yang bergegas membukakan pintu.
"Hai Jeng!" panggil salah satu diantara mereka. Sekarang giliran teman-teman arisan mama tara yang datang sambil membawa anak-anaknya. Jumlah mereka ada 4 orang, plus anak-anaknya jadi 8 orang. Mama Tara menjadi lebih bersemangat lagi melihat cukup banyak orang yang datang ke acara perayaan ulang tahun anaknya. Dengan muka yang berbinar0binar, ia mempesilahkan keempat temannya masuk.
Tak berapa lama, acara ritual umum ulang tahun itu pun selesai dan kini mereka semua duduk di ruang tamu yang besar dengan TV yang besar juga untuk mengobrol-ngobrol.
"Hai jeng, belum kenal anak aku, kan?" tanya seorang ibu yang paling cantik diantara mereka bertiga. Disampingnya juga duduk anaknya yang cantik.
"Belum donk, jeng! Cantik, siapa nih namanya?" taya mama Tara.
"Ini Widy." kata ibu yang cantik itu, lalu Widy tersenyum.
"Kalau anak saya yang cowok ini namanya Cakra, Jeng." kata ibu yang satunya lebih bersemangat.
"Yang ini Airis." kata yang satunya lagi.
Lalu mereka semua tertawa.
"Eh, yang ini namanya siapa?" kata mama Cakra.
"Ini Delfian." kata Ando, papa Delfian.
"Waduh, semoga nanti anak-anak kita kalau udah gede saling bersahabat ya?"
Lalu mereka kembali saling tertawa. Dan anak-anak itu--Delfian, Tara, Widy, Cakra, dan Airis--memang sudah merasakan aura persahabatan itu sejak pertama kali bertemu.
Universitas Pendidikan Indonesia, 2009.
"Airis!" panggil Cakra dari kursinya. Ia melihat Airis sedang berjalan di depan universitas sambil planga-plongo sendiri. Jadi, Cakra mengajaknya bergabung dengan sahabat mereka yang lain, Tara dan Widy. Sebenarnya Delfian juga, tapi karena Delfian paling tua, sudah s1, dan sudah bekerja, jarang sekali ngumpul dengan mereka di seberang kampus itu.
Airis melihat ahabat-sahabatnya dan segera menyebrang jalan dengan hati-hati sekali karena Universitas mereka memang terletak di daerah sepi jadi banyak orang yang ngebut.
"Hai Ris, abis kelas apa?" tanya Tara membuka pembicaraan setelah Airis berhasil menyebrang.
"Gak tau, gak jelas! Biasalah Pak Buan yang ngajar." kata Airis sambil duduk.
"Pak Buan! Ah, barang gue ketinggalan di kelas nih! Gue balik dulu ya!" Widy segera meninggalkan kumpulan sahabatnya itu dan berlari menuju kampus--celakanya ia menyebrang seenaknya saking terburu-burunya.
"Wid! Awas!" Tara berteriak histeris melihat mobil Avanza hitam melaju dengan kecepatan tinggi ke arah Widy.
Teeeeeeett!!!
"Widy!"
to be continued.
:D
"Hai Jeng!" panggil salah satu diantara mereka. Sekarang giliran teman-teman arisan mama tara yang datang sambil membawa anak-anaknya. Jumlah mereka ada 4 orang, plus anak-anaknya jadi 8 orang. Mama Tara menjadi lebih bersemangat lagi melihat cukup banyak orang yang datang ke acara perayaan ulang tahun anaknya. Dengan muka yang berbinar0binar, ia mempesilahkan keempat temannya masuk.
Tak berapa lama, acara ritual umum ulang tahun itu pun selesai dan kini mereka semua duduk di ruang tamu yang besar dengan TV yang besar juga untuk mengobrol-ngobrol.
"Hai jeng, belum kenal anak aku, kan?" tanya seorang ibu yang paling cantik diantara mereka bertiga. Disampingnya juga duduk anaknya yang cantik.
"Belum donk, jeng! Cantik, siapa nih namanya?" taya mama Tara.
"Ini Widy." kata ibu yang cantik itu, lalu Widy tersenyum.
"Kalau anak saya yang cowok ini namanya Cakra, Jeng." kata ibu yang satunya lebih bersemangat.
"Yang ini Airis." kata yang satunya lagi.
Lalu mereka semua tertawa.
"Eh, yang ini namanya siapa?" kata mama Cakra.
"Ini Delfian." kata Ando, papa Delfian.
"Waduh, semoga nanti anak-anak kita kalau udah gede saling bersahabat ya?"
Lalu mereka kembali saling tertawa. Dan anak-anak itu--Delfian, Tara, Widy, Cakra, dan Airis--memang sudah merasakan aura persahabatan itu sejak pertama kali bertemu.
Universitas Pendidikan Indonesia, 2009.
"Airis!" panggil Cakra dari kursinya. Ia melihat Airis sedang berjalan di depan universitas sambil planga-plongo sendiri. Jadi, Cakra mengajaknya bergabung dengan sahabat mereka yang lain, Tara dan Widy. Sebenarnya Delfian juga, tapi karena Delfian paling tua, sudah s1, dan sudah bekerja, jarang sekali ngumpul dengan mereka di seberang kampus itu.
Airis melihat ahabat-sahabatnya dan segera menyebrang jalan dengan hati-hati sekali karena Universitas mereka memang terletak di daerah sepi jadi banyak orang yang ngebut.
"Hai Ris, abis kelas apa?" tanya Tara membuka pembicaraan setelah Airis berhasil menyebrang.
"Gak tau, gak jelas! Biasalah Pak Buan yang ngajar." kata Airis sambil duduk.
"Pak Buan! Ah, barang gue ketinggalan di kelas nih! Gue balik dulu ya!" Widy segera meninggalkan kumpulan sahabatnya itu dan berlari menuju kampus--celakanya ia menyebrang seenaknya saking terburu-burunya.
"Wid! Awas!" Tara berteriak histeris melihat mobil Avanza hitam melaju dengan kecepatan tinggi ke arah Widy.
Teeeeeeett!!!
"Widy!"
to be continued.
:D